Wednesday, December 19, 2007


Menikah = Penjara

Wihiy...nggak kerasa saya sudah menikah selama sebulan. Yah...harus kami akui pernikahan ini bukan pernikahan yang sempurna. Baru sebulan, udah beberapa kali ribut. Keributan kecil sih. Namun, tidak bisa dipungkiri kehidupan menikah itu menyenangkan dengan caranya. Melakukan apa saja selalu ada temennya. Nggak sendirian lagi. Ada teman berbagi. Tapiii...tetap saja nggak seindah yang duluuu sekali saya bayangkan. Hehehehehe...namanya juga real life.

Pertama kali saya masak buat suami, dia protes abis-abisan. Soalnya saya hampir membunuh dia dengan cabe yang sangat banyak di masakan udang saya huahahaahhaha. Masakan itu emang pedes banget sih. Dia ngomel-ngomel gitu. Dia bilang saya bukan masak udang pakai cabe, tapi masak cabe pake udang. Akhirnya malemnya kita memutuskan untuk beli burger aja daripada makan masakan berasap itu. Sejujurnya saya kesal. Tapi akhirnya jadi ikut ketawa juga.

Dia juga tak sekali menjemput saya dengan muka ditekuk 50 karena dia sudah sangat lelah. Maklum jarak kantor dia ke kantor saya memang jauh. Saya sangat paham. Tapi melihat dia menjemput dengan muka cemberut, saya juga jadi kesal. "Lho jemput aku kan salah satu bagian dari tanggung jawab kamu sebagai suami." Ya begitu lah. Tidak ada jalan keluar yang adil sampai sekarang. Kami cuma berusaha lebih baik untuk menerima.

Masalahnya mungkin karena saya berharap dia berubah. Nggak secuek jaman pacaran dulu. Sepertinya saya berharap terlalu banyak. Karena memang tidak banyak yang berubah. Bukan salah dia sih. Salah saya kenapa harus berharap seperti itu. Padahal sudah banyak orang yang bilang kalau setelah menikah kebaikan pasangan itu akan berkurang 30% dari saat pacaran. Terus terang dulu saya tidak percaya. Saya yakin sekali dia akan lebih menyayangi saya setelah menikah. Dia akan lebih care sama saya setelah menikah ketimbang waktu pacaran. Well, ternyata nggak tuh. Dia sepertinya sama saja hehehehee.

Tapi kalau dipikir-pikir suami saya juga baik kok. Dia mau membantu mencuci baju kalau saya sedang sangat sibuk di kantor dan sampai di rumah sudah malam. Kalau saya sedang malas yang frekuensinya cukup sering, dia rela menyetrika tumpukan pakaian bersih yang masih kusut itu. Dia juga mau gantian cuci piring meski cuma saat hari libur saja. Dia juga mau repot-repot memasak buat sarapan. Suami yang manis. I love u hun!

Sebelum menikah sebenernya saya juga sudah tahu yang begitu pasti kejadian. Tapi...tetep aja pas ngalamin sendiri berasa sedikit pahit. Jadi, siapa bilang nikah itu enak. Isinya bukan cuma yang enak, tapi juga banyak hal gak enak. Makanya saya nggak pernah mendorong orang lain untuk cepat-cepat menikah. Buat saya yang namanya menikah membutuhkan kesiapan dan kedewasaan dan kematangan berpikir. Kalau saya sih memilih puas-puasin mereguk masa muda.Gak mau cepet-cepet kawin. Soalnya kejadiannya pasti seperti yang dulu pernah saya bayangkan dan sekarang saya alami.

Bukan berarti pernikahan saya nggak bahagia lho. Saya yakin semua orang yang menikah kalau mau jujur pasti mengalami apa yang saya alami. Pernikahan itu seperti kue lapis. kebahagiaan datang berlapis dengan ketidakbahagiaan. Tapi mungkin itulah the beauty of marriage. Bagaimana kita berkompromi dengan keadaan dan menerima pasangan kita dan menghormati dia.

Meskipun saya menjalani pernikahan yang baik-baik saja sampai saat ini, tapi saya tetap sering menyayangkan keputusan seseorang untuk menikah di usia yang menurut saya sangat muda. Apalagi kalau kehidupan masing-masing terlihat masih sangat rapuh. Paling nggak hari ini saya merasa begitu. Ada teman kantor yang baru masuk kerja sekitar tiga bulan yang lalu. Usianya baru 23 tahun. Laki-laki. Buat saya dia masih sangat muda. Di ujung tahun ini dia akan mengakhiri masa lajangnya.

Saya dan teman-teman saya yang iseng dan punya sifat seperti dajal mempertanyakan keputusannya menikah di usia yang sangat muda dan terhitung belum terlalu mapan, paling tidak mungkin secara finansial. Jawaban dia sungguh mengejutkan. Membuat kami seperti tersedak sumpit. Dia bilang "Gue nikah karena pengen ngerawat cewek gue. Karena gue sayang sama dia. Dan hal itu yang membuat gue semangat setiap hari." Oh my god. Nyaris gak pernah saya denger alasan kayak gitu dari cowok.

Mendengar itu saya antara kagum dan pengen tertawa. Banyak pertanyaan yang bermunculan. "Dia tau gak sih kalo menikah itu gak semanis itu?", "Dia pengen merawat istrinya atau pengen dirawat istrinya?", "Dia tahu gak kalo menikah itu harus mengorbankan banyak hal. Gak bisa dengan enak ngedandanin motor atau melakukan hobi lain yang menyedot banyak biaya karena sekarang ada istri yang harus ditanggung." Banyak deh pertanyaan saya.

Mungkin itu cuma pertanyaan-pertanyaan orang yang gamang sama pernikahan seperti saya saja. Dulu pernah ada yang bilang pernikahan itu ibarat penjara yang indah. Semua orang berlomba-lomba masuk ke dalamnya, tapi begitu di dalam merasa terjebak dan pengen cepet-cepet keluar lagi. Saya menyadari itu adalah penjara bagaimanapun indahnya. Tapi meski itu penjara, tempat itu pasti cukup menyenangkan, paling tidak itu tempat yang indah.

Saya pikir, akan lebih baik kalau semua yang masuk ke penjara itu tahu kalau tempat itu adalah penjara. Kalau sudah masuk menyerahlah dan berusahalah untuk menikmati keindahannya daripada sibuk melihat keluar dan meratapi kebebasan yang hilang dan berusaha mendapatkannya dengan menjebol penjara itu.Then everybody happy. Besok saya mau cerita soal persiapan pernikahan yang bikin sakit kepala dan sakit hati. Tunggu ya!

1 Comments:

Blogger Musafir Muda said...

analog penjara untuk pernikahan itu mutitafsir. persis seperti hidup yang multidimensi. penjara bisa menjadikan orang terpasung. tapi penjara juga bisa membuat orang terbang sebebas-bebasnya. aku ingat Mikhailovich Dostoevsky. novelis besar ini pernah meringkuk di penjara saat Siberia dibekap hawa dingin luar biasa. di penjara yang digenangi air dan kotoran itulah, Dostoevsky melahirkan karya besarnya. demikian juga dengan pernikahan: rumah ini bisa menjadi dapur energi yang luar biasa besar. dalam sebuah penjara, ada 2 orang meringkuk. satu meratap sambil memandang jalanan becek di luar penjara. satu lagi melihat bintang-bintang berkelip bak kunang-kunang pewarta kebebasan. tinggal kita sendiri memilih yang mana.

6:15 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home